Bang, aku ingin menjadi
istrimu," pintaku pelan.
Tapi lelaki, tempat
cintaku berlabuh setahun ini, bagai tak mendengar. Ia terjerat hari-hari yang
sibuk. Pergi pagi, dan pulang ketika senja usai. Tak jarang dini hari baru
pintu rumahnya terdengar berderit.
Aku tahu, karena hampir
tiap malam aku menunggunya. Kesetiaan, yang membuahkan kantung yang menggelap
di bawah mataku.
"Kenapa matamu, Nia?
Makin hari makin tak bersinar saja. Jangan terlampau sering begadang."
Mama, seperti juga yang
lain, tak pernah mengerti alasanku berjaga tiap malam. Tak ada yang memahami
apa yang kutunggu. Kecuali Bandi, tempat cintaku bersandar. Ia tak pernah
sekalipun menyinggung soal mataku yang kian cekung. Mungkin karena lelaki
seperti dia mengerti jerih payah orang yang mencintai. Kesetiaan yang
mengalahkan penglihatan fisik.
Tidak seperti
pasangan-pasangan lain, dalam angan kebanyakan orang, kami memang berbeda.
Kesibukan Bandi menafkahi keluarganya, membuat lelaki itu harus bekerja ekstra
keras. Meskipun begitu, pertemuan kami rutin. Walaupun hanya sebentar sekali.
Di luar waktu kerjanya
sebagai wartawan, lelaki itu menyempatkan diri menulis cerpen, puisi, resensi,
opini, apa saja, untuk banyak media. Komputer, ia belum punya. Itulah mengapa
Bandi rajin berlama-lama di kantor.
Dan sebagai pasangan yang
setia, aku harus mengerti.
Sosoknya yang pekerja
keras, itu yang membuatku makin terpikat. Jatuh hati
kian dalam. Lainnya?
Aku tahu ia selalu berusaha menyisihkan sedikit waktunya untuk bersamaku
walau hanya sekedar bertatap muka,setiap hari kami bertemu setelah ia pulang
kerja,hanya berbicara sedikit,lalu akupun pulang ke rumah. Itulah bukti kecintaanku
padanya.
Pernah beberapa bulan yang lalu aku tidak tahan berhubungan seperti
ini,akupun mulai sering marah kepada bang Bandi,aku fikir ia tidak mencintaiku
karena ia hanya bekerja untuk menafkahi keluarganya saja. Sedangkan aku tidak
difikirkannya.
Nia: “Bang aku tidak tahan dengan semua ini”
Bandi: “Kenapa sayang?”
Nia: “Kamu tidak mencintaiku sepenuh hati”
Bandi: “kenapa kamu berbicara kayak gitu?”
Nia: “Kamu tidak pernah memperhatikanku,kamu tidak menghargai semua
usahaku untuk bertahan bersamamu”
Bandi: “Maafkan aku sayang,aku sibuk karena harus menafkahi ibu dan
adik-adikku. Ayahku telah tiada,jadi sekarang harus aku yang menggantikannya.”
Nia: “Tapi kamu berlebihan hingga tidak punya waktu untuk bersamaku!”
Akupun langsung pergi meninggalkannya,iapun hanya berdiri
mematung,mungkin ia sangat kaget dengan apa yang telah aku ucapkan. Keesokan
harinya ia datang ke rumahku,aku yang sedang dikamar tidak mau keluar,akirnya
mamapun datang.
Mama: tok… tok… (mengetuk pintu)
“Nia… Nia… keluar sebentar
sayang”
Nia: “ga mau ma”
Mama:”kamu ga boleh gitu,kalo ada masalah harus diselesaikan dulu,ayo
dong sayang keluar sebentar”
Nia:”tapi aku males ma”
Mama:”ayolah sayang kan udah gede ga boleh gitu geh ngambek-ngambekan”
Nia: “iyaaa dehh ma iyaaaa bentar…”
Akupun pergi ke ruang tamu untuk menemui bang Bandi
Bandi: “Nia… aku minta maaf,aku sadar kalo aku salah,aku bakal berubah
mulai sekarang”
Nia: “Berubah gimana?”
Bandi: “aku akan lebih memperhatikanmu,mulai sekarang jika tanggal merah
kita akan pergi berdua,aku tidak akan bekerja di tanggal merah.”
Nia: “beneran niih bang?”
Bandi: “iya aku beneran. Kamu mau kan maafin aku?”
Nia: “iya deh … makasih ya bang udah berkorban buat aku”
Bandi: “iya sayang, kamu udah makan belum?”
Nia: “belum dari semalem aku belum makan”
Bandi: “ya ampun Nia… yaudah sekarang kita sarapan bareng yuk diluar”
Nia: “oke deh bang,tapi aku ganti baju dulu ya”
Bandi: “iya… “
Sejak saat itu akupun bertekad pada diriku sendiri untuk berkorban dan
juga setia kepadanya,salah satu bukti kesetiaanku padanya adalah menunggunya
pulang dari kerja setiap hari,walau hanya untuk berbicara sepatah dua patah
kata. Besok adalah hari minggu,aku sedang berkhayal kemanakah ia akan mengajaku
pergi esok,biasanya ia mengajaku jalan-jalan
mengelilingi kota,berenang,main timezone,ataupun sekali-kali ia mengajaku nonton
di bioskop ataupun makan di restoran yang agak mahal. Walaupun hanya menggunakan
motor butut peninggalan ayahnya,tapi aku sangat senang saat bersamanya.
Tiba-tiba handponeku berbunyi,pertanda ada sms yang masuk dan akupun
membacanya, dari bang Bandi,dengan segera aku buka sms itu.’Sayang maaf banget
ya aku ga bisa ajak kamu jalan-jalan besok,aku ada urusan penting.’ Senyumku
pun berubah,baru saja aku membayangkan hari merah bersamanya,tiba-tiba ia tidak
bisa mengajaku berjalan-jalan pada hari merah esok. Setiap tanggal merah aku
dan bang Bandi menyebutnya sebagai hari merah,sesuai dengan warna kesukaan
kami. Akupun membalas smsnya ‘iya gapapa kok bang,tapi hari merah minggu besok
jalan-jalannya double ya? J.’ Iapun membalas ‘iya I promise’
Sudah 2 minggu ini aku merasa ada yang aneh dengan bang Bandi,ia seperti
menyembunyikan sesuatu dariku,hari merah kemarinpun ia tidak bisa mengajaku
pergi. Akupun mulai curiga dengan sikap bang Bandi. “ Bang Bandi kenapalah kamu
seperti ini ….” Desahku,aku merasa bang Bandi menjauhiku.
Aku mulai menyelidiki bang Bandi,aku bertanya kepada teman dekatnya di
kantor, bang Rudi,kata bang rudi memang ia sedang dekat dengan seorang wanita
di kantor,bang Rudipun tak tahu kalau aku pacar bang Bandi,katanya bang Bandi
tidak pernah berkata bahwa ia mempunyai seseorang yang sepesial. Katiku seperti
ditusuk duri mendengar ungkapan bang Rudi.”Aku masih bingung memilih” begitulah
yang diucapkan bang Bandi jika ditanya soal statusnya kata bang Rudi. Tak
terasa air mataku mengalir dipipiku,aku langsung pergi tanpa mengucapkan
apa-apa kepada bang Rudi.
Aku pergi ke pinggir sungai sambil menangis “Aku kira bang Bandi benar
sayang sama aku” ucapku pada diriku sendiri “ternyata semua ini palsu,lalu apa
yang harus aku lakukan? Ya Allah bantulah hamba” pintaku, setelah sekian menit
menangis,akupun cape menangis terus,aku bergegas pulang ke rumah. Aku ingin
melihat sendiri bahwa bang Bandi benar tidak sayang kepadaku,tapi aku tidak
tahu bagaimana caranya. Besok adalah hari merah,seharian ini aku tunggu sms
darinya,biasanya ia akan mengirim sms kepadaku,ternyata tidak,esok hari
pagi-pagi sekali ia menelpon ku.
Bandi: “Halo sayang udah bangun belum?
Nia: “udah bang dari tadi
Bandi:”ya bagus deh kalo udah bangun,aku ga bisa jalan hari merah
ini,maaf ya…”
Nia:”yahh…. Katanya janji hari ini bisa jalan-jalan,boong kamu mah bang”
Bandi:”ada masalah yang harus aku selesaikan hari ini,maaf ya,besok hari
senin sore aku janji kita bisa jalan”
Nia:”yaudah deh bang kalo ga bisa gapapa”
Bandi:”senyum dong”
Nia:”iyaaaa…. Banggg”
Bandi:”sip deh sayang,bye …”
Akupun mulai bad mood,hari yang tadinya sangat aku tunggu menjadi
mengecewakan bagiku, aku memutuskan untuk mengecek para pekerjaku,aku memang
tidak bekerja lagi,dulu aku sempat bekerja untuk merintis bisnisku. Aku punya 2
tempat loundry yang besar dan 2 restoran ala barat dan ala timur tengah yang
aku rintis dan aku kelola sendiri. Terkadang orang-orang heran kenapa aku bisa
sangat mencintai bang Bandi padahal aku bisa mencari yang lebih darinya,akupun
sudah mempunyai sebuah mobil dan sebuah rumah hasil usahaku sendiri. Yahhh ….
Tapi itulah namanya cinta. Cinta tidak memandang kaya ataupun miskin.
Sebelum sampai tempat loundy-anku aku memutuskan untuk ke sungai
tempatku menangis beberapa hari yang lalu,tempat yang menenagkan bagiku,tempat
yang sejuk dan tempat yang dapat membuatku lupa akan masalah yang aku hadapi,aku
ingin menghilangkan bad moodku dengan berjalan-jalan di sekitarnya. Ketika aku
sedang berjalan-jalan aku melihat sosok yang aku kenal. Dari kejauhan dia
bersama seorang wanita,mereka sedang ngobrol sambil tersenyum-senyum, seperti
disamber petir akupun tidak kuat melangkah kesana,” ternyata yang diucapkan
bang Rudi itu benar” ucapku. Es krim mahal yang sedang aku nikmatipun
jatuh,sayang sekali padahal harganya 15 ribu.Aku berlari menuju mobilku yang
aku parkir agak jauh dari tempatku sekarang,tetapi aku langsung terjatuh dan
kepalaku terbentur batu,gelap,bang Bandi …
Perlahan kubuka mata dan kulihat bang Rudi sedang duduk disampingku
dengah wajah khawatir
Rudi:”nia… kamu udah sadar? Tadi kamu pingsan karena terbentur
batu,untung tadi aku melihatmu,aku sedang berjalan-jalan dengan adikku tadi”
Nia:”awwhh … sakit (sambil memegang kepala) makasih ya bang Rudi udah
bawa aku kesini,ini rumah bang Rudi kan?
Rudi:”iya ini rumah aku,tadi udah aku panggil dokter untuk memeriksa
kamu,kata dokter kamu gapapa walaupun luka benturannya agak dalam tapi itu ga
parah kok”
Nia:” iya bang,mama aku udah tau belum bang kalo aku disini?”
Rudi:”udah tau kok,bentar lagi nyampe,tadi lagi dijalan”
Nia:”owhh … iya bang,skali lagi makasih ya bang”
Akupun meningat apa yang sedang aku lakukan sebelum aku pingsan tadi,
bang Bandi…
Kejadian tadipun terualng.
Mama:”sayang… kamu udah sadar?kenapa kamu sayang sampe pingsan 2 kali
gini?
Nia:”duhh …(sambil menahan sakit luka dikepalaku) ga tau ah ma, mungkin
aku cuma kecapean”
Mama:”yaudah kamu istirahat kalo kecapen geh..apa kamu ada masalah Nia?”
Nia:”ga kok ma aku ga ada masalah,Cuma kecapean aja kok ma”
Mama:”yudah deh… makan dulu sayang sini mama suapin”
Nia:”iya ma”
2 hari aku terbaring di rumah,bang Bandipun tak kunjung datang,entah
tidak diberitahu oleh mama atau tidak ingin datang, Aku agak kecewa dengan bang
Bandi. Sore harinya aku datang ke rumah bang Bandi,tapi ia sedang di
kantor,akhirnya aku menyusul bang Bandi ke kantor. Akupun masuk ke ruangan bang
Bandi, ia sedang sibuk dengan komputer kantornya agak kaget melihatku sudah di
ruangannya.
Bandi:”kenapa kamu kesini Nia? Padahal aku berencana ke rumahmu malam
nanti”
Nia:”iya tah bang? Aku sakit aja kamu ga dateng bang”
Bandi:”iya maaf aku sibuk banget dari kemarin jadi aku ga sempet ke
rumahmu Nia,jangan marah geh sayang”
Nia:”gimana ga marah coba aku sakit ga ditengokin”
Bandi:”yaudah aku minta maaf banget,sebagai tebusannya gimana kalo kita
makan?”
Nia:”yaudh deh… iyaa…”
Bandi:”tunggu sebentar ya aku selesaiin ngetik dulu”
Nia:”iya… cepet tapi, GPL ya bang”
Bandi:”iya iya”
Udara dingin menemani kami,dibawah sinar rembulan dan kedipan
bintang-bintang kamipun berbincang-bincang,pembicaran kami yang tadinya
santai-santai saja menjadi tegang seketika.
Nia:”bang aku boleh tanya sesuatu ga?”
Bandi:”iya boleh,mau tanya apa?”
Nia:”kamu bener sayang sama aku ga sih bang?”
Bandi:”iya lah sayang aku sayang banget ma kamu”
Nia:”kalo kamu sayang ma aku kapan kamu mau ngelamar aku?”
Bandi:”nanti kalau gajihku sudah cukup untuk keluargaku dan buat kamu”
Nia:”kamu kan sudah lumayan tinggi bang jabatannya sekarang dan gajimu
sudah 5 juta kan? Aku juga punya usaha sendiri bang jadi kita bisa gabungin
uang kita”
Bandi:”iya Nia aku tahu,tapi ada sesuatu yang ingin aku belikan untuk
orang tuaku”
Nia:”apa itu bang?”
Bandi:”aku ga bisa kasih tau kamu Nia,maaf…”
Nia:”tuh kan abang boong loh … “
Bandi:”aku ga boong loh Nia”
Nia:”yaudh kalo gitu… terus siapa wanita yang bersamamu di sungai
seminggu yang lalu?”
Bandi:”mmm …. Itu… itu temen aku kok”(sambil terbata-bata)
Nia:”temen apa temen bang? Kok jalan-jalan disungai sambil
senyum-senyum?jujur sih bang sama aku,aku bukan anak kecil,aku sudah dewasa
umurku sudah 23 tahun bang”
Bandi: (masih terdiam)
Aku juga diam menunggu jawaban dari bang Bandi namun yang terdengar
hanyalah suara sang malam,dinginnya malam semakin menusuk tulangku, sedangkan
bang Bandi, dia hanya tertunduk saja sejak aku bertanya sebuah pertanyaan yang
membuatku jatuh dan membentur batu. Sial sekali!
Bandi:”maafkan aku Nia… aku sangat bingung bagaimana menjelaskan ini
semua,sebenarnya aku sudah dijodohkan sejak kecil oleh anak sahabat ayahku,aku
pun baru tahu 2 minggu yang lalu Nia,bukan maksudku menyakiti hatimu,namun aku
bingung bagaimana menjelaskan ini”
Aku tak sanggup berkata apa-apa
lagi aku sangat kaget dengan penjelasan bang Bandi aku bingung harus bagaimana
Nia:”terus bagaimana bang? Tidak bisakah perjodohan kamu dibatalkan
bang?” pintaku sambil menangis
Bandi:”tidak bisa Nia,aku sudah bilang pada ayahku bahwa aku sudah
mempunyai calon namun beliau menyuruhku melepaskanmu,aku bingung Nia harus
bagaimana”
Nia:”baiklah bang,mungkin ini yang terbaik bagi kita,cinta tak selamanya
bisa menyatu,mungkin disini aku yang harus mengalah,aku rela kamu bersama orang
lain bang walaupun sakit rasanya selama ini setia menunggumu,penantian
pangjangku sia-sia. Hufffttt … (berusaha mengendalikan diri) Baiklah jangan khawatirkan aku bang. I’m fine
with this, aku pulang dulu ya bang”
Jawabku sambil memasang muka yang pura-pura tegar sambil menahan segala
rasa yang bergejolak di hatiku,ingin rasanya aku berteriak, tapi apalah
gunanya?
Akupun pulang sambil membawa hatiku yang telah terluka,sebagaian hatiku
bagaikan hilang, aku merasa diriku tidak utuh lagi,entah apa yang harus aku
lakukan lagi,aku tidak tahu,aku bingung. Aku harus bisa melepas orang yang
selama ini aku cintai yang selama ini menemaniku,yang telah berjanji
kepadaku,aku tidak bisa menyalahkannya karena itu bukan kesalahannya,ia
mencintaiku tetapi ia sudah dijodohkan dan ia pun mengetahui perjodohan itu
baru 2 minggu yang lalu. Aku berhenti di sebuah sungai tempatku menangis tempo
hari,sungai yang selalu menemaniku ketika aku galau, jam menunjukan pukul
11:00, aku duduk sendiri ditemani suara angin yang berhembus serta suara-suara
hewan malam,aku merenungkan kejadian tadi,”Mimpikah aku? Mimpikah aku?” ucapku
yang masih tak percaya harus pergi dari bang Bandi,belahan hatiku yang sangat
aku cintai. ‘Tapi aku harus tetap bisa bersamanya’ ucapku dalam hati.