Minggu, 20 Desember 2015

Penantian Panjang



Bang, aku ingin menjadi istrimu," pintaku pelan.

Tapi lelaki, tempat cintaku berlabuh setahun ini, bagai tak mendengar. Ia terjerat hari-hari yang sibuk. Pergi pagi, dan pulang ketika senja usai. Tak jarang dini hari baru pintu rumahnya terdengar berderit.

Aku tahu, karena hampir tiap malam aku menunggunya. Kesetiaan, yang membuahkan kantung yang menggelap di bawah mataku.

"Kenapa matamu, Nia? Makin hari makin tak bersinar saja. Jangan terlampau sering begadang."

Mama, seperti juga yang lain, tak pernah mengerti alasanku berjaga tiap malam. Tak ada yang memahami apa yang kutunggu. Kecuali Bandi, tempat cintaku bersandar. Ia tak pernah sekalipun menyinggung soal mataku yang kian cekung. Mungkin karena lelaki seperti dia mengerti jerih payah orang yang mencintai. Kesetiaan yang mengalahkan penglihatan fisik.

Tidak seperti pasangan-pasangan lain, dalam angan kebanyakan orang, kami memang berbeda. Kesibukan Bandi menafkahi keluarganya, membuat lelaki itu harus bekerja ekstra keras. Meskipun begitu, pertemuan kami rutin. Walaupun hanya sebentar sekali.

Di luar waktu kerjanya sebagai wartawan, lelaki itu menyempatkan diri menulis cerpen, puisi, resensi, opini, apa saja, untuk banyak media. Komputer, ia belum punya. Itulah mengapa Bandi rajin berlama-lama di kantor.

Dan sebagai pasangan yang setia, aku harus mengerti.

Sosoknya yang pekerja keras, itu yang membuatku makin terpikat. Jatuh hati
kian dalam. Lainnya?

Aku tahu ia selalu berusaha menyisihkan sedikit waktunya untuk bersamaku walau hanya sekedar bertatap muka,setiap hari kami bertemu setelah ia pulang kerja,hanya berbicara sedikit,lalu akupun pulang ke rumah. Itulah bukti kecintaanku padanya.
Pernah beberapa bulan yang lalu aku tidak tahan berhubungan seperti ini,akupun mulai sering marah kepada bang Bandi,aku fikir ia tidak mencintaiku karena ia hanya bekerja untuk menafkahi keluarganya saja. Sedangkan aku tidak difikirkannya.

Nia: “Bang aku tidak tahan dengan semua ini”
Bandi: “Kenapa sayang?”
Nia: “Kamu tidak mencintaiku sepenuh hati”
Bandi: “kenapa kamu berbicara kayak gitu?”
Nia: “Kamu tidak pernah memperhatikanku,kamu tidak menghargai semua usahaku untuk bertahan bersamamu”
Bandi: “Maafkan aku sayang,aku sibuk karena harus menafkahi ibu dan adik-adikku. Ayahku telah tiada,jadi sekarang harus aku yang menggantikannya.”
Nia: “Tapi kamu berlebihan hingga tidak punya waktu untuk bersamaku!”
Akupun langsung pergi meninggalkannya,iapun hanya berdiri mematung,mungkin ia sangat kaget dengan apa yang telah aku ucapkan. Keesokan harinya ia datang ke rumahku,aku yang sedang dikamar tidak mau keluar,akirnya mamapun datang.

Mama: tok… tok… (mengetuk pintu)
             “Nia… Nia… keluar sebentar sayang”
Nia: “ga mau ma”
Mama:”kamu ga boleh gitu,kalo ada masalah harus diselesaikan dulu,ayo dong sayang keluar sebentar”
Nia:”tapi aku males ma”
Mama:”ayolah sayang kan udah gede ga boleh gitu geh ngambek-ngambekan”
Nia: “iyaaa dehh ma iyaaaa bentar…”
Akupun pergi ke ruang tamu untuk menemui bang Bandi
Bandi: “Nia… aku minta maaf,aku sadar kalo aku salah,aku bakal berubah mulai sekarang”
Nia: “Berubah gimana?”
Bandi: “aku akan lebih memperhatikanmu,mulai sekarang jika tanggal merah kita akan pergi berdua,aku tidak akan bekerja di tanggal merah.”
Nia: “beneran niih bang?”
Bandi: “iya aku beneran. Kamu mau kan maafin aku?”
Nia: “iya deh … makasih ya bang udah berkorban buat aku”
Bandi: “iya sayang, kamu udah makan belum?”
Nia: “belum dari semalem aku belum makan”
Bandi: “ya ampun Nia… yaudah sekarang kita sarapan bareng yuk diluar”
Nia: “oke deh bang,tapi aku ganti baju dulu ya”
Bandi: “iya… “

Sejak saat itu akupun bertekad pada diriku sendiri untuk berkorban dan juga setia kepadanya,salah satu bukti kesetiaanku padanya adalah menunggunya pulang dari kerja setiap hari,walau hanya untuk berbicara sepatah dua patah kata. Besok adalah hari minggu,aku sedang berkhayal kemanakah ia akan mengajaku pergi esok,biasanya ia mengajaku  jalan-jalan mengelilingi kota,berenang,main timezone,ataupun sekali-kali ia mengajaku nonton di bioskop ataupun makan di restoran yang agak mahal. Walaupun hanya menggunakan motor butut peninggalan ayahnya,tapi aku sangat senang saat bersamanya.

Tiba-tiba handponeku berbunyi,pertanda ada sms yang masuk dan akupun membacanya, dari bang Bandi,dengan segera aku buka sms itu.’Sayang maaf banget ya aku ga bisa ajak kamu jalan-jalan besok,aku ada urusan penting.’ Senyumku pun berubah,baru saja aku membayangkan hari merah bersamanya,tiba-tiba ia tidak bisa mengajaku berjalan-jalan pada hari merah esok. Setiap tanggal merah aku dan bang Bandi menyebutnya sebagai hari merah,sesuai dengan warna kesukaan kami. Akupun membalas smsnya ‘iya gapapa kok bang,tapi hari merah minggu besok jalan-jalannya double ya? J.’ Iapun membalas ‘iya I promise’
Sudah 2 minggu ini aku merasa ada yang aneh dengan bang Bandi,ia seperti menyembunyikan sesuatu dariku,hari merah kemarinpun ia tidak bisa mengajaku pergi. Akupun mulai curiga dengan sikap bang Bandi. “ Bang Bandi kenapalah kamu seperti ini ….” Desahku,aku merasa bang Bandi menjauhiku.

Aku mulai menyelidiki bang Bandi,aku bertanya kepada teman dekatnya di kantor, bang Rudi,kata bang rudi memang ia sedang dekat dengan seorang wanita di kantor,bang Rudipun tak tahu kalau aku pacar bang Bandi,katanya bang Bandi tidak pernah berkata bahwa ia mempunyai seseorang yang sepesial. Katiku seperti ditusuk duri mendengar ungkapan bang Rudi.”Aku masih bingung memilih” begitulah yang diucapkan bang Bandi jika ditanya soal statusnya kata bang Rudi. Tak terasa air mataku mengalir dipipiku,aku langsung pergi tanpa mengucapkan apa-apa kepada bang Rudi.

Aku pergi ke pinggir sungai sambil menangis “Aku kira bang Bandi benar sayang sama aku” ucapku pada diriku sendiri “ternyata semua ini palsu,lalu apa yang harus aku lakukan? Ya Allah bantulah hamba” pintaku, setelah sekian menit menangis,akupun cape menangis terus,aku bergegas pulang ke rumah. Aku ingin melihat sendiri bahwa bang Bandi benar tidak sayang kepadaku,tapi aku tidak tahu bagaimana caranya. Besok adalah hari merah,seharian ini aku tunggu sms darinya,biasanya ia akan mengirim sms kepadaku,ternyata tidak,esok hari pagi-pagi sekali ia menelpon ku.

Bandi: “Halo sayang udah bangun belum?
Nia: “udah bang dari tadi
Bandi:”ya bagus deh kalo udah bangun,aku ga bisa jalan hari merah ini,maaf ya…”
Nia:”yahh…. Katanya janji hari ini bisa jalan-jalan,boong kamu mah bang”
Bandi:”ada masalah yang harus aku selesaikan hari ini,maaf ya,besok hari senin sore aku janji kita bisa jalan”
Nia:”yaudah deh bang kalo ga bisa gapapa”
Bandi:”senyum dong”
Nia:”iyaaaa…. Banggg”
Bandi:”sip deh sayang,bye …”

Akupun mulai bad mood,hari yang tadinya sangat aku tunggu menjadi mengecewakan bagiku, aku memutuskan untuk mengecek para pekerjaku,aku memang tidak bekerja lagi,dulu aku sempat bekerja untuk merintis bisnisku. Aku punya 2 tempat loundry yang besar dan 2 restoran ala barat dan ala timur tengah yang aku rintis dan aku kelola sendiri. Terkadang orang-orang heran kenapa aku bisa sangat mencintai bang Bandi padahal aku bisa mencari yang lebih darinya,akupun sudah mempunyai sebuah mobil dan sebuah rumah hasil usahaku sendiri. Yahhh …. Tapi itulah namanya cinta. Cinta tidak memandang kaya ataupun miskin.

Sebelum sampai tempat loundy-anku aku memutuskan untuk ke sungai tempatku menangis beberapa hari yang lalu,tempat yang menenagkan bagiku,tempat yang sejuk dan tempat yang dapat membuatku lupa akan masalah yang aku hadapi,aku ingin menghilangkan bad moodku dengan berjalan-jalan di sekitarnya. Ketika aku sedang berjalan-jalan aku melihat sosok yang aku kenal. Dari kejauhan dia bersama seorang wanita,mereka sedang ngobrol sambil tersenyum-senyum, seperti disamber petir akupun tidak kuat melangkah kesana,” ternyata yang diucapkan bang Rudi itu benar” ucapku. Es krim mahal yang sedang aku nikmatipun jatuh,sayang sekali padahal harganya 15 ribu.Aku berlari menuju mobilku yang aku parkir agak jauh dari tempatku sekarang,tetapi aku langsung terjatuh dan kepalaku terbentur batu,gelap,bang Bandi …


Perlahan kubuka mata dan kulihat bang Rudi sedang duduk disampingku dengah wajah khawatir
Rudi:”nia… kamu udah sadar? Tadi kamu pingsan karena terbentur batu,untung tadi aku melihatmu,aku sedang berjalan-jalan dengan adikku tadi”
Nia:”awwhh … sakit (sambil memegang kepala) makasih ya bang Rudi udah bawa aku kesini,ini rumah bang Rudi kan?
Rudi:”iya ini rumah aku,tadi udah aku panggil dokter untuk memeriksa kamu,kata dokter kamu gapapa walaupun luka benturannya agak dalam tapi itu ga parah kok”
Nia:” iya bang,mama aku udah tau belum bang kalo aku disini?”
Rudi:”udah tau kok,bentar lagi nyampe,tadi lagi dijalan”
Nia:”owhh … iya bang,skali lagi makasih ya bang”

Akupun meningat apa yang sedang aku lakukan sebelum aku pingsan tadi, bang Bandi…
Kejadian tadipun terualng.

Mama:”sayang… kamu udah sadar?kenapa kamu sayang sampe pingsan 2 kali gini?
Nia:”duhh …(sambil menahan sakit luka dikepalaku) ga tau ah ma, mungkin aku cuma kecapean”
Mama:”yaudah kamu istirahat kalo kecapen geh..apa kamu ada masalah Nia?”
Nia:”ga kok ma aku ga ada masalah,Cuma kecapean aja kok ma”
Mama:”yudah deh… makan dulu sayang sini mama suapin”
Nia:”iya ma”

2 hari aku terbaring di rumah,bang Bandipun tak kunjung datang,entah tidak diberitahu oleh mama atau tidak ingin datang, Aku agak kecewa dengan bang Bandi. Sore harinya aku datang ke rumah bang Bandi,tapi ia sedang di kantor,akhirnya aku menyusul bang Bandi ke kantor. Akupun masuk ke ruangan bang Bandi, ia sedang sibuk dengan komputer kantornya agak kaget melihatku sudah di ruangannya.

Bandi:”kenapa kamu kesini Nia? Padahal aku berencana ke rumahmu malam nanti”
Nia:”iya tah bang? Aku sakit aja kamu ga dateng bang”
Bandi:”iya maaf aku sibuk banget dari kemarin jadi aku ga sempet ke rumahmu Nia,jangan marah geh sayang”
Nia:”gimana ga marah coba aku sakit ga ditengokin”
Bandi:”yaudah aku minta maaf banget,sebagai tebusannya gimana kalo kita makan?”
Nia:”yaudh deh… iyaa…”
Bandi:”tunggu sebentar ya aku selesaiin ngetik dulu”
Nia:”iya… cepet tapi, GPL ya bang”
Bandi:”iya iya”

Udara dingin menemani kami,dibawah sinar rembulan dan kedipan bintang-bintang kamipun berbincang-bincang,pembicaran kami yang tadinya santai-santai saja menjadi tegang seketika.
Nia:”bang aku boleh tanya sesuatu ga?”
Bandi:”iya boleh,mau tanya apa?”
Nia:”kamu bener sayang sama aku ga sih bang?”
Bandi:”iya lah sayang aku sayang banget ma kamu”
Nia:”kalo kamu sayang ma aku kapan kamu mau ngelamar aku?”
Bandi:”nanti kalau gajihku sudah cukup untuk keluargaku dan buat kamu”
Nia:”kamu kan sudah lumayan tinggi bang jabatannya sekarang dan gajimu sudah 5 juta kan? Aku juga punya usaha sendiri bang jadi kita bisa gabungin uang kita”
Bandi:”iya Nia aku tahu,tapi ada sesuatu yang ingin aku belikan untuk orang tuaku”
Nia:”apa itu bang?”
Bandi:”aku ga bisa kasih tau kamu Nia,maaf…”
Nia:”tuh kan abang boong loh … “
Bandi:”aku ga boong loh Nia”
Nia:”yaudh kalo gitu… terus siapa wanita yang bersamamu di sungai seminggu yang lalu?”
Bandi:”mmm …. Itu… itu temen aku kok”(sambil terbata-bata)
Nia:”temen apa temen bang? Kok jalan-jalan disungai sambil senyum-senyum?jujur sih bang sama aku,aku bukan anak kecil,aku sudah dewasa umurku sudah 23 tahun bang”
Bandi: (masih terdiam)

Aku juga diam menunggu jawaban dari bang Bandi namun yang terdengar hanyalah suara sang malam,dinginnya malam semakin menusuk tulangku, sedangkan bang Bandi, dia hanya tertunduk saja sejak aku bertanya sebuah pertanyaan yang membuatku jatuh dan membentur batu. Sial sekali!

Bandi:”maafkan aku Nia… aku sangat bingung bagaimana menjelaskan ini semua,sebenarnya aku sudah dijodohkan sejak kecil oleh anak sahabat ayahku,aku pun baru tahu 2 minggu yang lalu Nia,bukan maksudku menyakiti hatimu,namun aku bingung bagaimana menjelaskan ini”

 Aku tak sanggup berkata apa-apa lagi aku sangat kaget dengan penjelasan bang Bandi aku bingung harus bagaimana
Nia:”terus bagaimana bang? Tidak bisakah perjodohan kamu dibatalkan bang?” pintaku sambil menangis
Bandi:”tidak bisa Nia,aku sudah bilang pada ayahku bahwa aku sudah mempunyai calon namun beliau menyuruhku melepaskanmu,aku bingung Nia harus bagaimana”
Nia:”baiklah bang,mungkin ini yang terbaik bagi kita,cinta tak selamanya bisa menyatu,mungkin disini aku yang harus mengalah,aku rela kamu bersama orang lain bang walaupun sakit rasanya selama ini setia menunggumu,penantian pangjangku sia-sia. Hufffttt … (berusaha mengendalikan diri)  Baiklah jangan khawatirkan aku bang. I’m fine with this, aku pulang dulu ya bang”
Jawabku sambil memasang muka yang pura-pura tegar sambil menahan segala rasa yang bergejolak di hatiku,ingin rasanya aku berteriak, tapi apalah gunanya?

Akupun pulang sambil membawa hatiku yang telah terluka,sebagaian hatiku bagaikan hilang, aku merasa diriku tidak utuh lagi,entah apa yang harus aku lakukan lagi,aku tidak tahu,aku bingung. Aku harus bisa melepas orang yang selama ini aku cintai yang selama ini menemaniku,yang telah berjanji kepadaku,aku tidak bisa menyalahkannya karena itu bukan kesalahannya,ia mencintaiku tetapi ia sudah dijodohkan dan ia pun mengetahui perjodohan itu baru 2 minggu yang lalu. Aku berhenti di sebuah sungai tempatku menangis tempo hari,sungai yang selalu menemaniku ketika aku galau, jam menunjukan pukul 11:00, aku duduk sendiri ditemani suara angin yang berhembus serta suara-suara hewan malam,aku merenungkan kejadian tadi,”Mimpikah aku? Mimpikah aku?” ucapku yang masih tak percaya harus pergi dari bang Bandi,belahan hatiku yang sangat aku cintai. ‘Tapi aku harus tetap bisa bersamanya’ ucapku dalam hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar